Saturday, 20 April 2013

Cerita Kelam Selepas Hujan

Hujan, mengapa semua ini harus terjadi?
Dosen Manajemen Pemasaranku pernah berkata bahwa hidup ini tidak akan seideal apa yang kita bayangkan. Ya, tentu saja, itu yang aku rasakan saat ini.

Cita-cita...
Makanan jenis apa itu? Apa rasanya? Mengapa aku sangat membencinya.

Cita-cita...
Lagi-lagi aku menyebutkan satu kata yang aku sendiri tidak mengerti apa maksudnya.
Aku tahu apa itu cita-cita, tapi... sudahlah, aku benci ketika orang mendoakan cita-cita di hari ulangtahunku. Aku sangat benci itu!

Apa salah cita-cita?
Tidak ada. Mungkinkah itu salahku? Tidak juga.

Aku dan cita-cita. Aku dan dia tidak akan pernah bersahabat. Bagiku, dia hanyalah sampah yang terus mengotori otakku. Bagiku, dia adalah plastik. Sampah yang sukar untuk dibumihanguskan. Aku dannya bagaikan air dan api. Aku membencinya.

Saat aku berusaha mewujudkannya, saat aku berusaha mencapainya, menjadi seorang dokter, banyak hal yang aku korbankan. Masa remajaku yang telah sia-sia. Ah, dia lagi.

Saat remaja lain bermain di mall, aku malah mengunjungi sebuah ruangan pengap bernama laboratorium. Aku berusaha mempelajari musuh kedua siswa-siswi, Fisika. Saat mereka bersenang-senang, aku hanyut tenggelam bersama aliran listrik, kaca-kaca, dan alat-alat laboratorium aneh itu.

Saat mereka makan di kantin, aku bermain dengan perlatan kimia yang bisa berubah wujud sesuka hatinya sesuai dengan hukum yang berlaku. Ah, begitu suram!

Kini, saat orang-orang mengambil jurusan sesuai keinginan mereka, aku kuliah di jurusan matematika, musuh utama anak bangsa, demi cita-cita di tahun kedua. Namun, apa yang terjadi? Ia tak kunjung datang.

Ah, aku benci dirimu. Sangat membenci!

Tahun ini, tahun ketiga. Akankah aku mencoba meraihmu kembali? Rasanya tak mungkin, Apa yang bisa aku lakukan? Tak ada.

Saat aku berusaha, dirimu tak kunjung menggapaiku. Saat aku beranjak dari zona nyaman, dirimu tak kunjung menghampiriku.

Kini, aku adalah seorang calon guru. Guru dari calon anak-anakku yang akan menggapaimu, cita-cita. Anakku nanti akan ada yang menggapaimu.

Aku tetap ingin menggapaimu, walaupun itu diwakilkan oleh anakku. 

Cita-cita, satu kata dengan sejuta kebahagiaan bagi yang bisa menggapainya.

No comments:

Post a Comment